Friday, June 8, 2012

Uis Nipes dan Beka Bulo,Ulosnya Ala Karo



Mungkin sebutan kain Ulos lebih akrab didengar oleh telinga kita bila dibandingkan dengan Uis Nipes.
Ulos, merupakan sebutan dari tanah Batak tersebut lebih sering terdengar diucapkan oleh wisatawan 
baik lokal maupun mancanegara ketika berkunjung ke suatu obyek wisata di daerah Parapat. Ternyata, 
sebutan ini juga diucapkan oleh mereka jika berkunjung ke Kabupaten Karo. Padahal, kenyataannya, 
di daerah Karo, kain yang umumnya dipakai oleh kaum pria dan wanita di daerah Karo  tersebut 
sejatinya disebut dengan Uis Nipes dan Beka Buluh, bukan Ulos.
“Banyak juga wisatawan kemari menganggap kain yang ada di tempat kami ini adalah ulos. Padahal,
antara ulos dan uis nipes serta beka buluh jelas berbeda,” ungkap Mama Jani merupakan penjual 
souvenir yang telah 30 tahun lebih berdagang di sana.

Perempuan berumur 60 tahun lebih tersebut menjabarkan, perbedaan ketiga kain tersebut, yaitu,
dibedakan oleh segi halus dan kasarnya bahan serta cara pembuatan. Menurutnya, kain uis nipes dan 
beka buluh  memiliki kualitas yang lebih baik, yakni, tekstur kain yang halus dengan teknik penenunan 
jauh lebih sulit daripada ulos. Sehingga, hal ini  membuat harga uis nipes dan beka buluh relatif lebih 
mahal.

Ia menuturkan, beka buluh adalah kain yang khusus dikenakan oleh kaum pria dengan memiliki
bentuk persegi panjang. Jika ingin dikenakan,  terlebih dahulu kain dilipat menjadi 2 bagian yang
membentuk sebuah segi tiga.. Kemudian, lanjutnya, kain yang berbentuk segi tiga tersebut diletakkan
di pundak dengan model menutupi setengah badan jika dilihat dari belakang dan berbentuk silang
apabila diperhatikan dari depan.

Kemudian, tambahnya, beka buluh biasanya digunakan khusus untuk ke pesta pernikahan atau acara
adat lainnya. “Selain di pundak, pada satu kesempatan, kain beka buluh ini juga  dipakaikan di
kepala. Sehingga, terkadang mereka memerlukan 2 jenis kain beka buluh,” paparnya. Dijelaskannya 
juga, untuk di kepala, kain beka buluh dibuat menjadi penutup kepala pria dan kerap disebut 
sebagai tengkuluk. Namun dalam penutup kepala tersebut harus dilapisi dengan koran agar tidak

longgar ketika dipakai.

“Penambahan aksesoris bisa dilakukan jika pria itu adalah seorang pengantin. Tapi, jika tidak, maka
tidak diperlukan adanya penambahan aksesoris,” simpulnya.

Selanjutnya, ia mengatakan, penambahan tengkuluk di kepala dilakukan jika pria itu adalah seorang
penari. Sebaliknya, jika tidak, maka hanya disampirkan ke pundak saja kain beka buluhnya.

Sedangkan, untuk uis nipes, biasanya hanya dikenakan oleh wanita di sana dengan model selempang.
Kaum perempuan, menurutnya, wajib memiliki satu uis nipes dilemarinya untuk digunakan ke acara-
acara seremonial di daerah Karo. Kemudian, uis nipes tersebut dikombinasikan bersama kebaya 
dengan sentuhan aksesoris pemanis di bagian tudung atau penutup kepala. Selanjutnya, ia 
menambahkan, untuk  pemakaian, kaum wanita juga wajib memiliki dua lembar kain uis nipes  
dibagian pinggang dan kepalanya.

Soal pemilihan warna, kata dia, dahulu warna yang paling dominan bagi uis nipes adalah merah.
Namun, seiring dengan perkembangan tren yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Saat ini, merah
tidak lagi menjadi simbol warna utama bagi kain tersebut. Karena ada juga warna lain untuk
uis nipes, seperti pink, hitam, hijau, dan merah. “Begitupun juga  untuk beka buluh, tidak hanya 
warna merah tapi coklat juga sudah ada,”sebutnya.

Kemudian, diakhir wawancara ia mengatakan, tidak hanya uis nipes yang ada di tempatnya, tapi ada
juga beberapa model kain khas Batak Karo lainnya, seperti uis gara yang dijadikan tudung oleh
perempuan di daerah tersebut. (wiwik handayani)

Sumber:

No comments:

Post a Comment